Blogger Pribadi

Selasa, 13 Maret 2018

Senjata Tradisional Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara memiliki beberapa tempat bersejarah seperti Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terluas di dunia. Selain itu masih ada Istana Malige di Kota Baubau,  benteng kerajaan Kabaena di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana dan Benteng Liya yang berada di Desa Liya Togo, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tempat-tempat tersebut menjadi saksi keberadaan dan kejayaan kerajaan yang dahulu berada di Provinsi yang beribukota di Kota Kendari ini. Keberadaan sebuah kebudayaan pada masa lampau tentu tidak akan terlepas dari alat yang disebut sebagai senjata. Baik senjata untuk berperang dan mempertahankan diri maupun senjata dan peralatan tradisional untuk bercocok tanam, berburu dan mengambil hasil hutan/pertanian.

Kali ini kita akan mengenal beberapa senjata tradisional yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Beberapa senjata yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagian besar digunakan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara untuk bercocok tanam atau peralatan rumah tangga sehari-hari. Sebagian lagi digunakan sebagai benda sejarah, aksesoris maupun hiasan.

Senjata Tradisional Kalimantan Barat

Provinsi Kalimantan Barat dihuni oleh masyarakat dari latar belakang budaya yang heterogen. Masyarakat Melayu, Dayak, Tionghoa, dan Jawa hidup saling berdampingan sejak dahulu dalam kerukunan dan kebersamaan. Karena hal ini, tak heran bila kemudian budaya masyarakat Kalimantan Barat menjadi salah satu yang paling unik di Nusantara. Keunikan tersebut misalnya dapat kita temukan pada beragam senjata tradisional yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Nah, di kesempatan ini kami akan mengulas senjata tradisional Kalimantan Barat tersebut dan keunikan-keunikan yang dimilikinya. Senjata Tradisional Kalimantan Barat Sebetulnya ada banyak ragam dan jenis senjata yang dimiliki masyarakat Kalimantan Barat di masa silam. namun, saat ini sebagian senjata tersebut mengalami kepunahan karena tergerus arus globalisasi. Hanya sedikit di antaranya yang dapat bertahan sehingga tetap lestari hingga kini, misalnya senjata tradisional sipet, lonjo, telawang, mandau, dan dohong. Selengkapnya : Senjata Tradisional Indonesia dari 35 Provinsi 1. Senjata Tradisional Sipet Sipet adalah bahasa Dayak untuk menyebutkan senjata tiup bernama sumpit. Senjata ini terdiri dari 2 bagian, sipet atau selongsong yang terbuat dari bambu atau kayu berongga, serta damek atau anak sumpit. Selongsong sipet umumnya memiliki panjang sekitar 1,5 sampai 2,5 meter. Sementara rongga di bagian tengah ukurannya antara 0,35 sampai 0,75 cm. Kayu dan rongga sipet harus lurus 100% untuk membuat tembakan menjadi akurat. Selongsong sipet digunakan dengan damek sebagai anak sumpitnya. Damek terbuat dari bambu atau kayu yang tajam berukuran kecil. Untuk keperluan perburuan atau perang, mata damek yang tajam biasanya diberi bisa racun yang terbuat dari getah pohon ipuh. Getah racun ini sangat mematikan. Bila damek beracun melukai seekor harimau dewasa, maka harimau tersebut biasanya akan mati dalam waktu kurang dari 10 menit. Masyarakat suku Dayak di Kalimantan Barat telah terbiasa menggunakan senjata ini sejak zaman nenek moyangnya dahulu. Mereka terutama kaum pria akan sangat piawai melakukan tembakan dengan senjata sederhana ini. akurasi tembakan yang tinggi ditambah teknik meniup dan membidik yang mumpuni membuat banyak tentara Belanda di masa silam sangat gentar bila harus berperang melawan mereka. Gambar di bagian paling atas adalah gambar dari senjata ini. bayangkan dengan senjata sederhana itu, pria dayak mampu menembakan damek atau anak sumpit hingga jarak 200 meter. 2. Senjata Tradisional Lonjo Selain damek, masyarakat Dayak di Kalimantan Barat juga mengenal ragam senjata tradisional lainnya. Salah satunya adalah lonjo. Lonjo adalah semacam tombak dengan mata yang sangat runcing. Lonjo kerap dibawa ketika berburu untuk melumpuhkan hewan buruan dalam jarak dekat. Pada mata lonjo ini, kerap pula ditambahkan racun supaya daya serang senjata semakin fatal. Senjata tradisional Kalimantan Barat ini kadang juga dilengkapi dengan tangkai yang berongga. Tangkai tersebut bisa difungsikan sebagai pengganti selongsong sipet bila dalam keadaan terdesak.

Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2017/03/senjata-tradisional-kalimantan-barat.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.

Senjata Tradisional Sumatra Barat

Senjata sejak zaman prasejarah sangat dibutuhkan dan digunakan dalam pencapaian kelangsungan hidup misalnya digunakan untuk berburu dan lainnya. Seiring perkembangannya senjata banyak digunakan beberapa kumpulan orang seperti suku sebagai identitas budaya.Tak dipungkiri pula hal tersebut berlaku di Indonesia dimana suku dan budayanya sangat beragam karena kontur geografis Indonesia yang berupa kepulauan sehingga akan sangat berbeda senjata tradisional yang digunakan oleh suku di daerah yang tinggal di dataran tinggi atau pegunungan dengan suku yang tinggal di daerah rendah atau pesisir.

Senjata tradisional Sumatera Barat berupa Karih, Kerambik, Rudiut, Piarit, belati, pedang panjang, panah, sumpit dan sebagainya.Selain alat musik tradisional, Sumatera Barat juga memiliki beberapa senjata tradisional yang berkembang dimasyarakat Sumatera Barat. Senjata Tradisional ini selain dipergunakan untuk berburu, mempertahankan diri dan juga dipergunakan sebagai kelengkapan / aksesories.

Senjata Tradisional Jawa Tengah

Senjata Tradisional Jawa Tengah

Senjata tradional Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta secara garis besarnya hampir sama, hanya membedakan morfologi, bentuk dan ornamen dari senjata tradisional tersebut, yaitu Keris.
Sejak zaman dulu, keris selalu menjadi lambang kekuatan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya, keris tidak berbeda dengan senjata tradisional lainnya. Bermata tajam serta digunakan untuk memotong, menusuk, atau mengiris. Pada masa lalu, keris juga dipakai sebagai simbol identitas diri, baik itu untuk diri sendiri, keluarga, atau klan. Keris seorang raja berbeda dengan keris perwira atau abdi dalem bawahannya. Tidak hanya bilah kerisnya saja yang berbeda tapi juga detil-detil perhiasan perangkat pelengkapnya pun berbeda.
Pembuatan
Keris telah dibuat oleh para empu pembuat keris sejak zaman dulu. Campuran antara materi baja dengan meteorit, dengan teknik tempa lipat, menjadikan keindahan fisik keris terbentuk.
Pamor
Dalam dunia perkerisan, dikenal istilah pamor daden. Pamor daden adalah pamor atau “cahaya” yang terbentuk secara spontan, tanpa rekayasa sang empu pembuat keris. Menurut percobaan yang dilakukan, keris biasanya memiliki kandungan radioaktivitas yang tinggi, oleh karenanya perlu ada cara untuk menetralkannya.
Salah satu cara menetralkan bahaya radiasi itu dengan menyarungkan bilah keris ke dalam rangka kayu tertentu. Kayu-kayu yang biasa digunakan adalah kayu Timoho, Trembalu, Cendana, Awar-awar, Galih asem, Liwung, atau gading gajah.

Senjata Tradisional Jawa Barat

 Halo berjumpa lagi dengan hidup simpel, kali ini kita akan membahas tentang senjata tradisional Jawa Barat mulai dari Kujang, Balincong, Patik, Bedog, Congkrang, Arit dan Sulimat.
Dari banyaknya jenis senjata tradisional tersebut dapat kita simpulkan bahwasanya Jawa Barat atau kita kenal sebagai suku Sunda sangat kaya akan budaya daerahnya seperti senjata tradisional. Terbukti senjata tradisional tersebut masih eksis dan digunakan sampai saat ini.
Berikut tim hidup simpel akan rangkum 7 senjata tradisional Jawa Barat. Cekidot.

1. Senjata Tradisional Jawa Barat (Kujang)

alampedia.blogspot.com
Kujang merupakan senjata tradisional dari Jawa Barat yang mana oleh masyarakat Sunda disakralkan dan dianggap magis. Kujang menurut masyarakat Jawa Barat berasal dari bahasa sunda kuno yaitu kata Kudi dan Hyang.

Fungsi Kegunaan Senjata Tradisional Kujang

Beberapa fungsi kegunaan senjata kujang bagi masyarakat Sunda diantaranya
  1. Digunakan sebagai lambang atau simbol contohnya logo pemerintah atau organisasi
  2. Peralatan Pertanian, hal ini berdasarkan naskah kuno sanghyang. Masyarakat sunda biasa menggunakannya untuk menebang kayu, memangkas tumbuhan dan nyacar. atau bisa disebut Kujang pamangkas
  3. Sebagai hiasan untuk pajangan. kita bisa saksikan di rumah warga sunda di temboknya dipasang kujang.
  4. kujang pusaka. Pada zaman dahulu digunakan sebagai senjata perang.
  5. Kujang pusaka, yaitu lambang keagungan dan pelindungan

Rumah Adat Jawa Barat


Masyarak Sunda atau biasa disebut dengan istilah Urang Sunda memilki kebiasan yang sangat ramah, sopan, bersahaja, dan bersifat optimis. Dengan begitu dapat selaku masyakat timuran baik untuk mencontoh kebiasan dari Urang Sunda.
Sifat-sifat orang Sunda tersebut memang tak bisa dipungkiri. Selain kita dapat langsung membuktikannya dengan bergaul bersama mereka, kita juga dapat melihat rumah adatnya yang mengandung simbol-simbol kepribadian mereka.
Nah selain memilki kebiasaan yang baik, Jawa Barat memilki rumah adat yang khas sebagai ciri khas daerah setempat. Tidak hanya Jawa Barat, dinegara kita setiap daerah memilki kebudayaan rumah adat khas masing-masing.
Namun di artikel ini saya akan membahas rumah adat yang ada Jawa Barat. Yuk kita baca sampai selesai jangan sampai kelewatan ya !
Rumah Adat Jawa Barat
Jawa Barat memilki kebudayaan keunikan tersendiri yang dijadikan ciri khas penduduk setempat. Rumah adat Jawa Barat sendiri memiliki dua jenis rumah adat yang sangat populer di negeri ini khususnya Jawa Barat. Disetiap rumah adat Jawa Barat mempunyai nilai filosofi yang sangat tinggi terutama dalam design dan perpaduan warna.
Rumah adat Jawa Barat memiliki berbagai nama tergantung dengan daerahnya asalnya. Selain itu design pun berbeda-beda anatara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini dipengaruhi dengan keadaan lingkungan sekitar.
Selain dipengaruhi masyarakat setempat, ada maksud fungsi dari pebedaan itu yaitu agar terjaga dari musibah alam seperti hujan, angin, longsor, dan cuaca yang extrim.

Rumah Adat Bali

Bali, selain dikenal memiliki eksotisme alam yang luar biasa, juga telah diakui banyak kalangan sebagai provinsi yang memiliki banyak keunikan budaya. Masyarakat Bali secara umum dianggap mampu mempertahankan budaya yang telah diwariskan nenek moyang mereka meski telah berpuluh-puluh tahun digempur dengan masuknya banyak orang asing –terutama wisatawan yang datang dengan membawa budaya-budaya baru. Salah satu bentuk lestarinya budaya asli Bali dapat kita lihat dari adanya desain rumah adat yang sangat familiar dan hampir digunakan semua penduduk Bali, yakni rumah adat bernama Gapura Candi Bentar yang kini juga telah resmi menjadi rumah adat Bali. Rumah Adat Bali Rumah adat satu ini adalah cerminan dari budaya Bali yang sarat akan nilai-nilai Hindu. Beragam keunikan dari sisi arsitekturnya maupun dari makna filosofis yang terkandung di dalamnya menjadikan rumah adat Bali ini begitu menarik untuk diketahui lebih detail. Nah, di artikel kali ini kami akan mengulas keunikan-keunikan dari rumah adat bernama Rumah Gapura Candi Bentar ini khusus untuk Anda. 1. Struktur Ruangan Rumah Nama Gapura Candi Bentar yang dimiliki rumah ini sebetulnya berasal dari desain gapura atau pintu masuknya yang diukir sedemikian rupa sehingga tampak seperti candi. Gapura ini berukuran cukup besar dan dibangun tanpa atap penghubung. Hanya ada 2 bangunan candi yang kembar saling berhadapan dan saling terpisah. Keduanya hanya dihubungkan oleh beberapa anak tangga dan pagar pintu yang biasanya dibuat dari besi. Melongok ke bagian dalam pagar tembok (panyengker), kita akan melihat bahwa rumah adat Bali ini memang sarat dengan nilai-nilai Hindu. Terdapat sebuah bangunan suci di depan rumah yang biasa digunakan untuk bersembahyang. Sama seperti gapura, bangunan tempat ibadah yang bernama Sanggah atau Pamerajan itu juga dipenuhi dengan ukiran dan ornamen-ornamen khas Bali beserta totem-totem pemujaan. Di tempat inilah sesaji diletakan para wanita setiap hari. Adanya tempat ibadah dalam desain rumah adat Bali merupakan bukti nyata kuatnya masyarakat Bali dalam memegang erat falsafah Asta Kosala Kosali. Falsafah ini mengatur hidup masyarakat Bali tentang hubunganya dengan Tuhan, hubungannya dengan manusia lain, dan hubungannya dengan alam. Masuk ke bagian dalam rumah, kita akan melihat beberapa ruangan yang memiliki fungsinya masing-masing. Panginjeng Karang. Ruangan ini merupakan tempat untuk memuja yang menjaga pekarangan. Bale Manten. Ruangan ini merupakan tempat untuk tidur kepala keluarga, anak gadis dan tempat menyimpan barang-barang berharga. Bagian ini juga sering digunakan bagi pasangan yang baru menikah. Bale Gede atau Bale Adat. Ruangan ini merupakan tempat untuk upacara lingkaran hidup. Bale Dauh. Ruangan ini merupakan tempat untuk bekerja, digelarnya pertemuan, dan tempat tidur anak laki-laki. Paon. Ruangan ini merupakan dapur yang digunakan sebagai tempat memasak Lumbung. Ruangan ini merupakan tempat untuk penyimpanan makanan pokok, seperti padi dan hasil bumi lainnya. 2. Material Bangunan Secara umum, material yang digunakan untuk membangun rumah Gapura Candi Bentar tidak dapat disamaratakan karena pengaruh tingkat ekonomi dan strata sosial pemiliknya. Untuk masyarakat biasa, dinding rumah ini biasanya dibangun menggunakan speci yang dibuat dari tanah liat (popolan), sementara untuk golongan bangsawan biasanya dibangun menggunakan tumpukan bata. Adapun atapnya sendiri bisa dibuat dari genting tanah, alang-alang, ijuk, atau sejenisnya sesuai dengan kemampuan finansial pemilik rumah. 3. Nilai-Nilai Dalam Rumah Adat Bali Selain berfungsi sebagai ikon budaya dan tempat tinggal, rumah Gapura Candi Bentar nyatanya juga mengandung beragam nilai filosofis yang menggambarkan kearifan lokal budaya Masyarakat Bali. Dalam pembangunan misalnya, rumah adat ini dibuat melalui serangkaian proses panjang, mulai dari proses pengukuran tanah (nyikut karang), ritual persembahan kurban dan mohon izin kepada leluhur untuk mendirikan rumah (caru pengerukan karang), ritual peletakan batu pertama (nasarin), proses pengerjaan, dan kemudian ditutup dengan upacara syukuran saat rumah selesai dibangun. Semua ritual tersebut pada intinya dilakukan dengan tujuan agar rumah yang didirikan dapat memberikan manfaat terbaik bagi si pemilik rumah. Ada pula beberapa aturan lain yang terdapat dalam tata letak dan pengaturan bagian rumah adat Bali ini. Umumnya, sudut utara dan timur rumah menjadi tempat yang disucikan, sementara sudaut barat dan selatan memiliki derajat kesucian yang lebih rendah. Hal ini membuat kita selalu menemukan tempat ibadah di sudut utara dan timur, dan tempat buang air, kamar mandi, dan penjemuran berada di sudut barat dan selatan. Nah, demikian sekilas pemaparan yang dapat kami sampaikan tentang arsitektur rumah adat Bali yang bernama rumah Gapura Candi Bentar. Semoga dengan gambar dan penjelasan setiap sudut bagian rumah yang telah kami sampaikan, Anda dapat semakin tertarik untuk mengenal rumah adat ini secara lebih dekat. Sekian, dan jangan lupa lanjutkan membaca artikel kami berikutnya tentang rumah adat Nusa Tenggara Barat untuk memperkaya wawasan budaya Anda.

Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-bali-gapura-candi-bentar.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.

Rumah Adat Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan dihuni oleh masyarakat yang berasal dari suku yang beragam. Ada banyak suku yang menghuni provinsi yang beribukota di Makassar ini, di antaranya suku Bugis, suku Mandar, suku Toraja, suku Makassar, dan lain sebagainya. Kendati berasal dari suku yang heterogen, masyarakat Sulawesi Selatan selalu hidup rukun dan damai. Adapun bila dikaitkan dengan ikon budaya, Sulawesi Selatan sendiri kerap mengangkat budaya suku Toraja di kancah Nasional, termasuk dalam hal rumah adatnya yang bernama Rumah Tongkonan. Rumah Adat Sulawesi Selatan Rumah Tongkonan adalah rumah adat bagi masyarakat suku Toraja dan telah ditetapkan sebagai rumah adat Sulawesi Selatan. Rumah adat ini sangat terkenal bahkan sampai ke penjuru dunia karena keunikan arsitektur serta nilai nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Nah, di artikel kali ini kami akan mengulas keunikan rumah adat suku Toraja ini lengkap mulai dari sejarah, struktur, ciri, hingga fungsinya. Bagi Anda yang tertarik mengenali keunikan rumah adat ini, silakan simak pembahasan berikut! 1. Struktur dan Arsitektur Rumah Adat Secara umum, rumah tongkonan memiliki struktur panggung dengan tiang-tiang penyangga bulat yang berjajar menyokong tegaknya bangunan. Tiang-tiang yang menopang lantai, dinding, dan rangka atap tersebut tidak di tanam di dalam tanah, melainkan langsung ditumpangkan pada batu berukuran besar yang dipahat hingga berbentuk persegi. Dinding dan lantai rumah adat tongkonan dibuat dari papan-papan yang disusun sedemikian rupa. Papan-papan tersebut direkatkan tanpa paku, melainkan hanya diikat atau ditumpangkan menggunakan sistem kunci. Kendati tanpa dipaku, papan pada dinding dan lantai tetap kokoh kuat hingga puluhan tahun. Bagian atap menjadi bagian yang paling unik dari rumah adat Sulawesi Selatan ini. Atap rumah tongkonan berbentuk seperti perahu terbaling lengkap dengan buritannya. Ada juga yang menganggap bentuk atap ini seperti tanduk kerbau. Atap rumah tongkonan sendiri dibuat dari bahan ijuk atau daun rumbia, meski pun kini penggunaan seng sebagai bahan atap lebih sering ditemukan. [Baca Juga : 6 Jenis Rumah Adat Sulawesi] 2. Fungsi Rumah Adat Selain dianggap sebagai identitas budaya, rumah tongkonan pada masa silam juga menjadi rumah tinggal bagi masyarakat suku Toraja. Rumah Tongkonan dianggap sebagai perlambang ibu, sementara lumbung padi yang ada di depan rumah atau biasa disebut Alang Sura adalah perlambang ayah. Adapun untuk menunjang fungsinya sebagai rumah tinggal, rumah adat Sulawesi Selatan ini dibagi menjadi 3 bagian, yakni bagian atas (rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bawah (sulluk banua). Bagian Atas atau disebut juga rattiang banua adalah ruangan yang terdapat di loteng rumah. Ruangan ini digunakan untuk menyimpan benda pusaka yang dianggap memiliki nilai sakral. Benda-benda berharga yang dianggap penting juga di simpan dalam ruangan ini. Bagian Tengah atau disebut juga kale banua adalah bagian inti dari rumah adat Sulawesi Selatan. Bagian ini terbagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan fungsi-fungsi khususnya, yaitu bagian utara, bagian tengah, dan bagian selatan. Bagian utara disebut dengan istilah ruang Tengalok. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan meletakan sesaji (persembahan). Selain itu, jika pemilik rumah sudah mempunyai anak, maka ruangan ini juga digunakan sebagai tempat tidur anak. Bagian pusat disebut Sali. Ruangan ini digunakan untuk beragam keperluan, seperti sebagai tempat pertemuan keluarga, dapur, ruang makan, sekaligus tempat meletakan mayat yang dipelihara. Bagian selatan bernama Ruang Sambung. Ruangan ini khusus digunakan sebagai kamar kepala keluarga. Tidak sembarang orang dapat masuk ke ruangan ini tanpa seizin pemilik rumah. Bagian Bawah atau disebut juga sulluk banua adalah bagian kolong rumah. Bagian ini digunakan sebagai kandang hewan atau tempat menyimpan alat-alat pertanian. 

Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-sulawesi-selatan-tongkonan.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.

rumah adat sumatra barat

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang letaknya di tengah Pulau Sumatera dengan menjadikan Padang sebagai ibu kotanya. Sesuai namanya, Sumatera Barat memang terletak di sepanjang pesisir Barat Pulau Sumatera. Kepulauan Mentawai dan pulau lain di Samudera Hindia bahkan masih masuk dalam wilayahnya. Provinsi ini dihuni oleh masyarakat suku Minangkabau selaku suku asli dan sekaligus suku mayoritasnya. Suku Minangkabau sendiri –atau biasa disebut Orang Minang, merupakan sub suku Melayu yang memiliki budaya dan karakteristik yang unik. Selain pandai berniaga, pintar memasak, dan gemar merantau, orang Minang juga punya sebuah ikon budaya yang sangat dikenal di seluruh dunia. Ikon budaya tersebut adalah rumah Gadang, yang kini telah secara resmi dan ditetapkan menjadi rumah adat dari Provinsi Sumatera Barat. Rumah Adat Sumatera Barat Nah, di kesempatan artikel kali ini, kami akan mengulas secara lengkap tentang rumah adat Sumatera Barat tersebut, mulai dari sejarah, gaya arsitektur, gambar, struktur, dan nilai-nilai filosofis yang terdapat di dalamnya. Bagi Anda yang ingin tahu bagaimana uniknya rumah Gadang khas Minang ini, silakan simak pembahasan berikut! 1. Struktur Bangunan Rumah Rumah Gadang adalah rumah adat suku Minangkabau yang juga memiliki sebutan lain seperti rumah Godang, rumah Bagonjong, dan rumah Baanjuang. Rumah adat ini merupakan rumah model panggung yang berukuran besar dengan bentuk persegi panjang. Sama seperti rumah adat Indonesia lainnya, rumah gadang juga dibuat dari material yang berasal dari alam. Tiang penyangga, dinding, dan lantai terbuat dari papan kayu dan bambu, sementara atapnya yang berbentuk seperti tanduk kerbau terbuat dari ijuk. Meski terbuat dari hampir 100% bahan alam, arsitektur rumah gadang tetaplah memiliki desain yang kuat. Rumah ini memiliki desain tahan gempa sesuai dengan kondisi geografis Sumatera Barat yang memang terletak di daerah rawan gempa. Desain tahan gempa pada rumah gadang salah satunya ditemukan pada tiangnya yang tidak menancap ke tanah. Tiang rumah adat Sumatera barat ini justru menumpang atau bertumpu pada batu-batu datar di atas tanah. Dengan desain ini, getaran tidak akan mengakibatkan rumah rubuh saat terjadi gempa berskala besar sekalipun. Selain itu, setiap pertemuan antara tiang dan kaso besar pada rumah adat ini tidak disatukan menggunakan paku, melainkan menggunakan pasak yang terbuat dari kayu. Dengan sistem sambungan ini, rumah gadang akan dapat bergerak secara fleksibel meski diguncang dengan getaran gempa yang kuat. 2. Fungsi Rumah Adat Selain menjadi ikon budaya masyarakat suku Minang, rumah Gadang pada masa silam juga berfungsi sebagai tempat tinggal bersama bagi suatu keluarga Minang. Untuk memenuhi fungsi tersebut, rumah adat Sumatera Barat ini didesain sedemikian rupa sesuai dengan aturan-aturan adat yang telah berlaku sejak lama. Aturan tersebut misalnya terdapat pada pembagian ruangan berdasarkan kegunaannya, sebagaimana berikut: Seluruh bagian di dalam Rumah Gadang adalah ruangan lepas, kecuali kamar tidur. Jumlah kamar dalam rumah Gadang bergantung kepada jumlah wanita atau perempuan yang tinggal di dalamnya.  Setiap perempuan dalam keluarga yang sudah bersuami mendapatkan satu kamar.  Perempuan tua dan perempuan yang masih anak-anak mendapatkan satu kamar dekat dapur.  Gadis remaja mendapat kamar bersama di ujung dekat dapur. Di halaman depan rumah terdapat 2 buah Rangkiang. Rangkiang adalah bangunan yang digunakan untuk menyimpan padi dan bahan pangan lainnya.  Pada sayap kiri dan kanan bangunan terdapat ruang anjung (Bahasa Minang: anjuang) yang digunakan sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat. Tidak jauh dari kompleks Rumah Gadang biasanya terdapat sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan, dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa yang belum menikah dari keluarga tersebut. 3. Ciri Khas dan Nilai Filosofis Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dan hanya dimiliki dan diwariskan secara turun temurun dari dan kepada kaum perempuan saja. Aturan ini memiliki nilai filosofi bahwa derajat kaum perempuan dalam budaya suku Minang sangatlah dijunjung tinggi. Selain itu, terdapat beberapa nilai filosofis lainnya dari bangunan rumah adat Minang ini yang bisa menjadi ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat lain di nusantara. Ciri khas rumah Gadang tersebut antara lain: Bentuk puncak atapnya selalu runcing dan tampak menyerupai tanduk kerbau mengandung arti kemenangan. Bentuk tanduk kerbau sendiri sering dikaitkan dengan kisah Tambo Alam Minangkabau, sebuah kisah kemenangan adu kerbau orang Minang dengan raja Jawa. Atap rumah minang tersebut biasanya terbuat dari bahan ijuk berkualitas yang tahan bahkan sampai puluhan tahun lamanya. Rumah gadang adalah rumah panggung, oleh karenanya untuk masuk ke dalamnya kita harus menaiki anak tangga yang biasanya terletak di bagian depan rumah. Tangga pada rumah gadang hanya terdapat satu buah saja, ini merupakan simbol bahwa masyarakat Minang adalah masyarakat yang religius. Dinding rumah gadang umumnya dihiasi dengan beragam motif ukiran yang diberi warna kuning, merah, dan hitam. Motif ukiran tersebut biasanya adalah motif-motif flora dan fauna, seperti motif tumbuhan merambat, akar berdaun, dan lain sebagainya. Motif-motif tersebut melambangkan bahwa masyarakat Minang adalah masyarakat yang dekat dengan alam. Nah, demikianlah pemaparan sekilas kami tentang rumah adat Sumatera Barat beserta gambar, sejarah, filosofi, dan penjelasannya. Semoga dapat menjadi referensi bagi kita untuk semakin mengenal budaya masyarakat suku Minang. Jika artikel penjelasan rumah Gadang ini dirasa bermanfaat, silakan share. Jangan lupa pula untuk membaca artikel kami tentang rumah adat Kepulauan Riau di pembahasan selanjutnya. Salam!

Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-sumatera-barat-rumah-gadang.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.

Rumah Adat Kalimantan Barat

Kalimantan Barat terletak di bagian barat Pulau Kalimantan dengan ibukota di Pontianak. Di provinsi ini terdapat banyak sungai, baik besar maupun kecil. Oleh karena itu, provinsi ini dikenal juga dengan provinsi ‘seribu sungai’.


Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan Malaysia di daerah Serawak. Kalimantan Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 6 kota. Kabupatennya yaitu Kabupaten Bengkayang, Kapus Hulu, Kayong Utara, Ketapang, Mempawah, Kubu Raya, Landak, Melawi, Sambas, Sanggau, Sekadau dan Sintang. Empat kota yang terdapat di Kalimantan Barat yaitu Kota Ketapang, Mempawah, Pontianak, Sambas, Sintang, dan Singkawang.

Pakaian Adat Papua

Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur wilayah Papua milik Indonesia. Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua Bagian barat, namun sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi dengan bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat. Papua memiliki luas 808.105 km persegi dan merupakan pulau terbesar kedua di dunia dan terbesar pertama di Indonesia.

Pakaian Adat Bali

Pakaian adat tradisional sangat terkait dengan pola ideal spiritual yang didasarkan pada ajaran Hindu. Pakaian adat yang sudah dipakai secara turun temurun merupakan suatu identitas dan dapat dibanggakan oleh sebagian besar pendukung kebudayaan. Pakaian adat Bali memiliki beragam jenis, dari pakaian sehari-hari sampai pakaian upacara.

Jenis pakaian tersebut dapat dikategorikan atau dibedakan menurut jenis kelamin, serta menurut umur dan lapisan sosial yang berdasarkan kasta. Pakaian yang ada tersebut juga masih dapat dibedakan menurut jenisnya, dengan menonjolkan ciri tertentu yang biasa dipakai pada bagian kepala, badan dan kaki.

Dalam pergaulan sehari-hari, baik bermain atau bekerja, anak laki-laki Bali diwajibkan mengenakan tutup kepala yang disebut destar atau udeng, sedangkan anak perempuan mengenakan tengkuluk. Istilah lain dari tengkuluk adalah kancrik. Kancrik adalah sehelai selendang yang berfungsi sebagai penutup tubuh yang terkadang digunakan untuk mengangkat beban sekaligus melindungi wajah dari sinar matahari. Kancrik juga digunakan sebagai tengkuluk, yaitu tutup kepala wanita Bali yang berfungsi sebagai alas untuk menyunggi beban. Selain itu juga berguna sebagai alat untuk menahan rambut agar tetap rapi.

Wanita yang sedang menyusui diwajibkan memakai pakaian khusus, yang biasa disebut Anteng, yang berfungsi sebagai penutup bagian dada dari pencemaran dan juga sebagai penangkal kekuatan magis yang dikenal sebagai Desti. Anteng juga digunakan pada upacara-upacara tertentu dengan melilitkannya pada bagian pinggang untuk kesucian pelayanan peribadatan dan bukan hanya sekedar kesopanan dalam berpakaian.

Seorang pendeta berkewajiban memakai pakaian yang bercorak khusus yang disebut dengan pakaian Wastra yang berwarna putih atau kuning atau disebut juga Kapuh dengan memakai ikat pinggang berwarna putih yang disebut Kawaca. Sementara itu, pakaian pendeta wanita menggunakan kain pelekat dengan warna cokelat dengan berselendang putih atau kuning.
Provinsi Sumatera Barat dihuni oleh beberapa kelompok suku bangsa. Suku bangsa Minangkabau adalah suku bangsa mayoritas yang mendiami wilayah Sumatera Barat. Kelompok suku bangsa lain yang memiliki jumlah sedikit adalah suku bangsa Mandailing yang banyak menghuni wilayah Pasaman. Sementara itu, suku bangsa Jawa hidup di Pasaman dan Sijunjung, etnis Tionghoa banyak menghuni wilayah perkotaan. Sementara itu, Kepulauan Mentawai dihuni oleh suku bangsa Mentawai. 

Sebagai suku bangsa asli dan suku mayoritas yang mendiami wilayah Sumatera Barat, suku Minangkabau mewakili kebudayaan daerah Provinsi Sumatera Barat. Suku Minangkabau memiliki pakaian adat tradisional yang identik sebagai pakaian adat Sumatera Barat. Selain itu juga terdapat suku bangsa Mentawai yang mendiami wilayah di pulau Mentawai yang juga merupakan suku bangsa asli Provinsi Sumatera Barat yang juga memiliki beragam pakaian adat yang dipakai masyarakatnya. Berikut penjelasan lengkap pakaian adat dari kedua suku asli Provinsi Sumatera Barat.

Dalam kehidupan sehari-hari pria Minangkabau biasa memakai celana dan baju. Namun beberapa pria yang sudah berumur masih ada yang mengenakan serawa (semacam celana kolor panjang) dan baju gunting cina atau teluk belanga. Pakaian tersebut dilengkapi dengan sarung dan penutup kepala (peci atau destar).

Sementara itu, kaum wanita Minang mengenakan kain sarung atau lambakkondek dan baju kebaya panjang (baju kurung). Lambak atau kodek dapat berupa kain songket, batik, sarung bugis, atau kain pelekat. Mereka juga memakai kain penutup kepala dari selendang pendek dengan ujung tergerai ke belakang.

Seorang penghulu atau ninik mamak memegang peranan penting dalam masyarakat sebagai pemimpin kaumnya. Oleh karena itu, seorang penghulu memiliki pakaian kebesaran. Pada umumnya pakaian penghulu terdiri atas destar, baju hitam longgar, celana hitam longgar, sesamping, kain sandang, keris dan tongkat. Pakaian kebesaran tersebut juga disebut pakaian adat, terdiri atas destar sebagai penutup kepala yang disebut dengan saluak batimba. Destar terbuat dari kain batik yang ditata berkerut-kerut berjenjang bagian depannya dan bagian atasnya datar. Hal tersebut melambangkan aturan hidup orang Minangkabau yang diungkapkan melalui pepatah berjenjang naik bertangga turun. 

Senin, 12 Maret 2018

Pakaian Adat Kalimantan Utara



Provinsi Kalimantan Utara memang baru berdiri 25 Oktober 2012 lalu, namun hal ini bukan berarti bahwa masyarakat asli yang mendiami wilayah provinsi ini tertinggal dalam segi budaya. Suku Dayak Kenyah dan sub suku Dayak lainnya yang menjadi suku mayoritas di provinsi Kalimantan memberikan kontribusi terhadap seni dan budaya yang terpupuk dalam kehidupan masyarakat Kalimantan Utara. Hal ini dapat dibuktikan dengan populernya budaya Dayak di kalangan masyarakat provinsi ini, misalnya dari gaya berbusana dalam pakaian adatnya. Pada artikel kali ini, kami akan menyoroti secara khusus seperti apa pakaian adat Kalimantan Utara yang menjadi ikon budaya provinsi terbaru ini. Selain itu, beberapa perbedaan antara pakaian tersebut dengan pakaian adat Dayak dari Kalimantan Timur juga akan dibahas tersendiri. Pakaian Adat Kalimantan Utara Suku Dayak yang tersebar di wilayah Kalimantan terdiri atas banyak sekali sub suku. Adapun yang menjadi suku Dayak mayoritas di Kalimantan Utara adalah suku Dayak Kenyah. Sub suku yang orangnya dicirikan mirip keturunan Tionghoa ini memiliki pakaian adat bernama Ta’ a dan Sapei Sapaq. 

Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/08/pakaian-adat-kalimantan-utara-nama.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.

Pakaian adat Jawa Barat

 Di Pulau Jawa terdapat kekayaan budaya yang salah satunya ada di provinsi Jawa Barat. Jawa Barat memiliki beragam suku antara lain Suku Sunda dan Suku Badui, selain keberagaman suku berbeda pula dari pakaian adat Jawa Barat yang dikenakannya.
Suku sunda sekarang ini sudah menyebar ke dalam pulau – pulau lain di seluruh Indonesia, tidak hanya ada di Jawa Barat saja. Akan tetapi masyarakat sunda kental yang berada di luar Jawa Barat masih mempunyai jiwa untuk mempertahankan peninggalan budaya dari leluhurnya salah satu pakaian adat yang digunakan dalam suatu acara seperti upacara adat, tari – tarian, ini biasanya digunakan juga untuk mendatangi dalam pemilihan.
Suku Sunda di kala dahulu mempunyai 3 jenis pakaian adat yang diurutkan dari segi strata sosial. Kini sudah tidak berlaku lagi bahkan pakaian adat sunda sudah menjadi pakaian resmi tanpa melihat strata sosial bahkan biasa digunakan untuk proses pengantin sunda.

Senjata Tradisional Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara memiliki beberapa tempat bersejarah seperti Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terluas di dunia. Selain itu mas...